Tugas Softskill#3
Nama :
Junita Kurniawati
NPM :
23215638
Kelas : 2EB20
LATAR
BELAKANG
Hukum
dagang itu sebuah aturan hukum yang mengatur hubungan antara pihak yang
satu dengan pihak yang lainnya, khusunya dalam perniagaan/perdagangan. Ada
beberapa hal yang diatur dalam kuh perdata diatur juga dalam kuhd. Bila
demikian adanya, ketentuan-ketentuan dalam kuhd itulah yang akan berlaku. Kuh
perdata adalah lex generalis (hukum umum), sedangkan kuhd ialah lex
specialis (hukum khusus).
Dalam
hubungannya dengan hal tersebut berlaku
adagium lex specialis derogat lex generalis (hukum khusus menghapus hukum
umum). Hukum dagang di indonesia bersumber pada hukum tertulis yang sudah
dikodifikasikan dan hukum tertulis yang belum dikodifikasikan. Hukum tertulis
yang sudah dikodifikasikan yang berasal dari kuh dagang dan kuh sipil. Sedangkan
hukum tertulis yang belum dikodifikasikan yang mengatur tentang persetujuan
jual beli, persetujuan sewa menyewa dan persetujuan pinjaman uang.
Pengertian
hak atas kekayaan intelektual (haki) atau hak kekayaan intelektual (hki)
adalah hak yang berasal dari hasil kegiatan intelektual manusia yang memiliki
manfaat ekonomi. Hki dalam dunia internasional dikenal dengan nama intellectual
property rights (ipr) yaitu hak yang timbul dari hasil olah pikir yang
menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk kepentingan manusia.
Konsep dasar tentang haki berdasarkan pada pemikiran bahwa karya intelektual
yang telah diciptakan atau dihasilkan manusia memerlukan pengorbanan waktu,
tenaga dan biaya.
Pada
intinya pengertian hak atas kekayaan intelektual (haki) atau hak kekayaan
intelektual (hki) dan intellectual property rights (ipr) adalah
hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual.
Berdasarkan pengertian ini maka perlu adanya penghargaan atas hasil karya yang
telah dihasilkan yaitu perlindungan hukum bagi kekayaan intelektual tersebut.
Tujuannya adalah untuk mendorong dan menumbuhkembangkan semangat terus berkarya dan
mencipta.
Jadi,
Hukum dagang termasuk hukum perdata khusus atau termasuk kuhd lex
specialis (hukum khusus). Sedangkan pengertian hak atas kekayaan intelektual
(haki) yaitu hak untuk menikmati hasil dari suatu kreativitas intelektual
sehingga perlu adanya penghargaan atas hasil karya yang telah dihasilkan yaitu
perlindungan hukum bagi kekayaan intelektual tersebut.
MACAM-MACAM
PERUSAHAAN
A.
Perusahaan
perseorangan
Dari
namanya kita tahu bahwa perusahaan perseorangan merupakan jenis kegiatan usaha,
modal dan manajemenya ditangani oleh satu orang. Orang yang punya usaha
tersebut biasanya menjadi manajer atau direktur sendiri, jadi tanggung jawabnya
tidak terbatas. Namun jika mengalami keuntungan, tentu untuk diri sendiri.
Ciri-cirinya
:
1) Dimiliki
oleh perorangan.
2) Pengelolaan
terbatas atau sederhana.
3) Modal
tidak terlalu besar.
4) Kelangsungan
hidup usaha bergantung pada pemilik perusahaan.
Kelebihan :
·
Dapat mudah dimulai.
·
Biaya tergolong rendah.
·
Bebas dalam mengelola perusahaan.
Kekurangan :
· Karena perorangan dan biaya
terbilang sedikit, jadi kemampuan perusahaan terbatas.
· Tenaga kerja dan manajemen terbatas.
· Kebutuhan modal yang dapat dipenuhi
oleh pemilik juga kecil.
B. Koperasi
Koperasi adalah jenis badan usaha yang beranggotakan orang – orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berlandaskan asas kekeluargaan.
Menurut ilo ( international labour organization ), koperasi memiliki 6 elemen atau ciri – ciri yang harus dimiliki :
1) Koperasi
adalah perkumpulan orang – orang.
2) Penggabungan
orang – orang berdasarkan kesukarelaan.
3) Terdapat
tujuan ekonomi yang ingin dicapai.
4) Terdapat
kontribusi yang adil terhadap modal yang dibutuhkan.
5) Anggota
koperasi menerima manfaat dan resikonya secara seimbang.
Kelebihan :
·
Sisa hasil usaha yang dihasilkan oleh koperasi
akan dibagi kepada anggota.
·
Anggota koperasi berperan jadi konsumen dan
produsen sekaligus.
·
Seseorang yang akan menjadi anggota koperasi
atau yang ingin atau yang sudah menjadi anggota, bukan karena terpaksa,
melainkan keinginanya sendiri untuk memperbaiki hidupnya.
·
Mengutamakan kepentingan anggota.
Kekurangan :
·
Modal terbatas.
·
Daya saing lemah.
·
Tidak semua anggota memiliki kesadaran
berkoperasi.
·
Sumber daya manusia terkadang kurang.
C.
Bumn (badan usaha
milik negara )
Bumn merupakan jenis badan usaha dimana seluruh atau sebagian modal
dimiliki oleh pemerintah. Status pegawai yang bekerja di bumn adalah karyawan
bumn, bukan pegawai negeri. Saat ini sih sudah ada 3 bentuk badan usaha bumn,
yaitu :
1. Perjan
merupakan salah satu bentuk badan usah yang seluruh modalnya dimiliki oleh
pemerintah. Kemudian perjan fokus melayani masyarakat. Namun karena selalu
fokus pada masyarakat dan tanpa adanya pemasukan untuk menanggulangi hal
tersebut, maka sudah tidak terapkan lagi. Contoh perjan : pjka
(perusahaan jawatan kereta api), sekaran menjadi pt. Kai.
2. Perum
ibarat perubahan dari perjan. Sama seperti perjan, namun perum berorientasi
pada profit atau mencari keuntungan. Perum dikelola oleh negara dan karyawan
berstatus sebagai pegawai negeri. Walaupun sudah berusaha mencari keuntungan
namun tetap saja merugi, sehingga negara menjualnya ke publik dan pada akhirnya
berganti nama menjadi perseo.
3. Persero
merupakan salah satu bentuk badan usaha yang dikelola oleh
negara. Tidak seperti perjan dan perum. Selain mencari keuntungan, persero juga
mendedikasikan untuk pelayanan masyarakat.
Ciri-ciri
persero :
1. Tujuan
utamanya mencari laba (komersial)
2. Modal
sebagian atau seluruhnya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan yang berupa
saham-saham
3. Dipimpin
oleh direksi
4. Pegawainya
berstatus sebagai pegawai swasta
5. Badan
usahanya ditulis pt (nama perusahaan) (persero)
6. Tidak
memperoleh fasilitas negara
Contoh persero : pt. Kereta api indonesia, pt. Perusahaan listrik negara,
pt. Pos indonesia dan masih banyak lagi.
D.
Bums
(badan usaha milik swasta)
Badan usaha milik swasta atau bums adalah jenis badan usaha yang
didirikan dan dimodali oleh seseorang atau sekelompok orang. Berdasarkan uud
1945 pasal 33, bidang- bidang usaha yang diberikan kepada pihak swasta adalah
mengelola sumber daya ekonomi yang bersifat tidak vital dan strategis atau yang
tidak menguasai hajat hidup orang banyak. Berdasarkan badan hukumnya, bums
dibedakan menjadi :
1. Firma
(fa)
Firma merupakan badan usaha yang didirikan oleh 2 orang atau
lebih dimana tiap anggota bertanggung jawab penuh atas perusahaan. Modal firman
berasal dari anggota pendiri. Untuk laba atau keuntungan dibagikan kepada
anggota dengan perbandingan sesuai akta sewaktu pendiriannya.
Ciri-ciri firma :
1)
Para sekutu aktif dalam mengelola perusahaan
2)
Tanggung jawab tak terbatas atas segala resiko yang
terjadi
3)
Akan berakhir jika salah satu anggota mengundurkan diri
atau meninggal dunia.
Kelebihan :
·
Mudah, tak perlu banyak persyaratan namun perlu
kesepakatan para pihak yang akan mendirikan firma.
·
Tidak terlalu memerlukan akta formal karena
menggunakan akta dibawah tanda tangan
·
Modal lebih cepat cair
·
Lebih mudah berkembang
Kekurangan :
·
Punya tanggung jawab yang tak terbatas apabila
ada resiko
·
Bisa mengancam kelangsungan hidup perusahaan
bila salah satu pendiri meninggal dunia atau mengundurkan diri
·
Sulit dalam peralihan pimpinan dan sering
terjadi konflik internal
·
Kesulitan menghimpun dana besar serta mengikuti
tender dalam jumlah tertentu
2. Cv
( commanditaire vennootschap ) atau persekutuan komanditer
Perusahaan komanditier atau yang biasa disingkat menjadi cv
meruapakan perusahaan persekutuan yang didirikan berbadasarkan saling percaya
(ciee). Jadi tuh cv merupakan salah satu bentuk usaha yang dipilih para pengusaha
yang ingin punya kegiatan usaha namun modal minim.
Dalam cv, terdapat beberapa sekutu yang secara penuh
bertanggung jawab atas sekutu lainnya, kemudian ada salah satu yang menjadi
pemberi modal. Dan tanggung jawab sekutu komanditer hanya terbatas pada
sejumlah modal yang diberikan. Sehingga ada 2 jenis sekutu :
·
Sekutu aktif adalah anggota yang memimpin/
menjalankan perusahaan dan bertanggung jawab penuh atas utang- utang
perusahaan.
·
Sekutu pasif / sekutu komanditer adalah anggota
yang hanya menanamkan modalnya kepada sekutu aktif dan tidak ikut campur dalam
urusan operasional perusahaan. Sekutu pasif bertanggung jawab atas risiko yang
terjadi sampai batas modal yang ditanam.
Ciri – ciri
cv :
1)
Didirikan minimal 2 orang, dimana satu orang bertindak
sebagai persero aktif, dan satunya lagi sebagai persero pasif
2)
Seorang persero aktif akan bertindak mengurus
perseroan. Sehingga ia akan bertanggung jawab penuh atas segala resiko.
3)
Persero pasif hanya bertindak sebagai sleeping partner.
Dimana dia hanya bertanggung jawab sebesar modal yang ia setorkan ke dalam
perseroan.
Kelebihan :
·
Bentuk cv sudah dikenal masyarakat, sehingga
memudahkan perusahaan ikut dalam berbagai kegiatan.
·
Cv mudah memperloleh modal karena pihak
perbankan mempercayainya.
·
Lebih mudah berkembang karena dipegan orang yang
ahli dan dipercaya.
·
Cv lebih fleksibel
·
Pembagian keuntungan diberikan pada sekutur
komanditer dan tak kena pajak penghasilan
Kekurangan :
·
Untuk mendirikan cv lebih ribet, karena melalui
akta notaris dan didaftarkan ke departmen kehakiman.
·
Status hukum badan usaha cv jarang dipilih oleh
pemilik modal atau beberapa proyek besar
3. Pt
( perseroan terbatas )
Merupakan badan hukum perusahaan yang banyak diminati
pengusaha. Kenapa? Karena badan hukum ini punya kelebihan dibanding
lainnya. Apa aja? Seperti luasnya badan usaha yang bisa dimiliki, bebas dalam
pergerakan bidang usaha dan tanggung jawab yang dimiliki terbatas hanya pada
modal yang disetorkan.
Ciri – ciri pt :
1)
Kewajiban terhadap pihak luar hanya terbatas pada modal
yang disetorkan.
2)
Mudah dalam peralihan kemepimpinan.
3)
Usia pt tidak terbatas.
4)
Mampu untuk menghimpun dana dalam jumlah yang besar.
5)
Bebas untuk melakukan berbagai aktivitas bisnis.
6)
Mudah mencari karyawan
7)
Dapat dipimpin oleh orang yang tidak memiliki saham.
8)
Pajaknya berganda antara pajak penghasilan dan pajak
deviden
Kelebihan pt :
· Mudah dalam peralihan kepemimpinan.
· Mudah memperoleh tambahan modal.
· Kelangsungan perusahaan sebagai
badan hukum lebih terjamin.
· Lebih efisien dalam manajemen
pengolahan sumber-sumber modal.
Kekurangan pt :
· Pajaknya berganda antara pajak
penghasilan dan pajak deviden.
· Pendiriannya memerlukan akta notaris
dan ijin khusus usaha tertentu.
· Biaya pembentukan pt relatif tinggi.
· Terlalu terbuka dalam pelaporan
kepada pemegang saham.
4.
Yayasan
Yayasan merupakan salah satu bentuk – bentuk badan
usaha, namun yayasan tidak mencari untung. Jadi lebih ke kepentingan sosial dan
berbadan hukum.
Ciri – ciri yayasan :
1) Yayasan dibentuk berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2) Yayasan dibentuk dengan memisahkan
kekayaan pribadi pendiri untuk tujuan nirlaba, religi, sosial dan kemanusiaan.
3) Didirikan dengan akta notaris.
4) Tidak memilik anggota dan tidak
dimiliki siapapun, namun memiliki pengurus atau organ untuk merealisasikan tujuan
yayasan.
5) Yayasan dapat dibubarkan oleh
pengadilan dalam kondisi pertentangan tujuan yayasan dengan hukum, likuidasi
dan pailit.
Kelebihan :
Non profit dan rela membantu masyarakat
Kekurangan :
Terbatasnya dana
CARA
MELEGALKAN PERUSAHAAN
1.
Pendaftaran nama badan usaha/perusahaan
dalam proses pendirian perusahaan,
2.
Pendaftaran perusahaan sebagai kewajiban
yang diatur dalam uu no. 32 tahun 1982 tentang wajib daftar perusahaan (“uu
wdp”); atau
3.
Pendaftaran nama perusahaan sebagai
merek.
Berikut
penjelasannya:
1. Pendaftaran
nama badan usaha yang dimaksud pada butir 1 bergantung pada bentuk badan
usaha/perusahaan yang dipilih. Jika bentuk badan usaha yang anda pilih bukan
badan hukum (misal, cv, firma atau persekutuan perdata) maka tidak perlu
dilakukan pengecekan dan pemesanan nama pada instansi manapun. Namun, jika bentuk
badan usaha yang anda pilih adalah badan hukum (misalnya, perseroan
terbatas/pt, yayasan, atau koperasi) maka dalam proses pendiriannya perlu
dilakukan pengecekan dan pemesanan nama. Untuk pt misalnya, pemesanan nama
tersebut dilakukan melalui notaris yang akan membuat akta pendirian pt pada
sistem administrasi badan hukum (sabh) kementerian hukum dan hak asasi manusia
(irma devita purnamasari, s.h., m.kn., “panduan lengkap hukum praktis
populer kiat-kiat cerdas, mudah dan bijak mendirikan badan usaha”, hal.
59).
2. Pendaftaran
perusahaan yang dimaksud butir 2 di atas merupakan lingkup kewenangan
dari kementerian perdagangan. Pendaftaran perusahaan ini menjadi kewajiban bagi
setiap perusahaan yang dijalankan di indonesia, termasuk namun tidak terbatas
bagi usaha-usaha baik berbentuk pt, koperasi, cv, firma maupun usaha
perorangan. Demikian ketentuan yang diatur dalam pasal 7 jo pasal 8 uu
no. 32 tahun 1982 tentang wajib daftar perusahaan (“uu wdp”) dan permendag
no. 37/m-dag/per/2007 tentang penyelenggaraan pendaftaran perusahaan
(“permendag 37/2007”).
Adapun hal-hal yang wajib didaftarkan
dalam daftar perusahaan berbeda-beda bergantung pada bentuk perusahaan yang
akan didaftarkan. Untuk pt misalnya, hal-hal yang wajib didaftarkan di
antaranya:
a. Nama
perseroan;
b. Merek
perusahaan.
c. Tanggal
pendirian perseroan,
d. Jangka
waktu berdirinya perseroan.
e. Kegiatan
pokok dan lain-lain kegiatan usaha perseroan
f. Izin-izin
usaha yang dimiliki.
g. Alamat
perusahaan pada waktu perseroan didirikan dan setiap perubahannya;
h. Alamat
setiap kantor cabang, kantor pembantu dan agen serta perwakilan perseroan.
(lihat pasal 1 ayat [1] uu wdp)
Mengenai cara
dan tempat serta waktu pendaftaran perusahaan ini diatur dalam bab iv uu wdp,
dalam pasal 9 dan pasal 10 yaitu dengan ketentuan sebagai berikut:
·
Pendaftaran dilakukan dengan cara mengisi
formulir pendaftaran yang ditetapkan oleh menteri pada kantor tempat
pendaftaran perusahaan.
·
penyerahan formulir pendaftaran dilakukan pada
kantor pendaftaran perusahaan yaitu:
1)
Di tempat kedudukan kantor perusahaan;
2)
Di tempat kedudukan setiap kantor cabang, kantor
pembantu perusahaan atau kantor anak perusahaan;
3)
Di tempat kedudukan setiap kantor agen dan perwakilan
perusahaan yang mempunyai wewenang untuk mengadakan perjanjian
·
Dalam hal suatu perusahaan tidak dapat
didaftarkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) pasal ini, pendaftaran
dilakukan pada kantor pendaftaran perusahaan di ibukota propinsi tempat
kedudukannya.
Menurut pasal
3 ayat (1) permendag 37/2007, pendaftaran perusahaan dilakukan pada kantor
pendaftaran perusahaan (kpp) kabupaten/kota/kotamadya tempat kedudukan
perusahaan yang bersangkutan. Pendaftaran perusahaan dapat dilakukan oleh
kantor dinas/suku dinas yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang perdagangan
atau pejabat yang bertugas dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan pelayanan
terpadu satu pintu (lihat pasal 3 ayat [2] permendag 37/2007). Dan
pendaftaran ini wajib dilakukan dalam
jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah perusahaan mulai menjalankan usahanya.
3. Jika
anda ingin menjadikan nama perusahaan sebagai merek, maka anda harus
mendaftarkannya ke direktorat jenderal hak kekayaan intelektual. Karena, nama
perusahaan dan merek adalah dua hal yang harus dibedakan. Apabila suatu
perusahaan ingin mendapatkan merek sesuai dengan namanya, maka perusahaan
tersebut tetap harus melakukan pendaftaran sebagaimana diatur dalam uu no.
15 tahun 2001 tentang merek
PERMASALAHAN
Hukum Perdagangan
Indonesia: Quo Vadis?
Dalam sebuah seminar
yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional 10 tahun yang lalu,
Mochtar Kusumaatmadja mengungkapkan adanya sebuah kendala besar dalam
pengembangan hukum perdagangan di Indonesia. ((*)Mahasiswa hukum program pascasarjana Hukum Perusahaan, Universitas
Utrecht, Belanda)
ANALISIS
Kendala tersebut antara
lain sehubungan dengan belum adanya kejelasan akan peraturan-peraturan mengenai
bentuk-bentuk usaha.
Kesulitan lain dalam
mengembangkan hukum perdagangan di Indonesia adalah belum adanya undang-undang
atau hukum tertulis yang mengatur hal ihwal hukum perdata dan dagang sebagai
soal yang mendasar seperti misalnya hukum yang mengatur perikatan atau kontrak
ataupun bentuk usaha lain selain perseroan terbatas.
Bentuk-bentuk atau
badan-badan usaha yang dikenal saat ini (dengan perkecualian PT dan Koperasi),
diadaptasi dalam praktek hukum di Indonesia melalui proses penerimaan (resepsi)
hukum perdata yang berlaku di masa penjajahan Belanda.
Dapat dikatakan bahwa
hukum perdata dan dagang yang tadinya berlaku bagi golongan Eropa, melalui
proses (hukum) resepsi sudah menjadi bagian dari hukum Indonesia sebagai hukum
yang nyata diterima (hukum yang hidup).
Sumber hukum
persekutuan (maatschap) dan perseroan (vennootschap) misalnya, tidak lain dari
peraturan-peraturan yang termaktub di dalam KUH Perdata yang merupakan
terjemahan dari BW (Burgerlijk Wetboek) dan KUHD sebagai terjemahan dari WvK (Wetboek
van Koophandel). Sebagai sebuah terjemahan, maka dengan sendirinya pendapat
hukum yang berkembang berdasar pada kedua sumber hukum tersebut amatlah beragam.
Keberagaman ini terjadi akibat adanya keberagaman interpretasi dalam memahami
isi teks yang berasal dari teks berbahasa Belanda.
Dalam kesempatan ini
penulis tidak akan membahas lebih lanjut keberagaman pendapat tersebut secara
khusus. Setidaknya satu buku tersendiri barulah cukup untuk, misalnya,
membicarakan perkembangan hukum tentang perkumpulan di Indonesia. Yang ingin
penulis bahas lebih lanjut adalah bagaimana keberagaman pemahaman akan
ikon-ikon hukum dari masa penjajahan Belanda tersebut berkembang dan
mengakibatkan lahirnya ketidakpastian hukum.
Penerjemahan
Ganda
Seperti telah
dituturkan di atas, mau tak mau kita hatus mengakui bahwa telah terjadi proses
penerimaan (resepsi) hukum Eropa di dalam sistem hukum Indonesia, dalam hal ini
berkaitan dengan pengaturan hukum
perikatan dan hukum perdagangan. Sedang untuk pengaturan hukum waris, hukum
perkawinan, serta hukum keluarga, hukum adat dan hukum Islamlah yang berperan.
Namun begitu, masa
sekarang ini setidaknya telah jauh berbeda dari masa prakemerdekaan, di mana di
masa itu masih banyak terdapat sarjana hukum Indonesia yang menguasai bahasa
hukum Belanda. Sarjana-sarjana hukum yang lahir belakangan, tidak lagi
mendapatkan pengetahuan tentang hukum dagang Eropa yang dibawa Belanda dari
sumber pertama. Telah terjadi proses pemindahan dan perpindahan pengetahuan
yang bisa disebut sebagai proses penerjemahan ganda.
Penerjemahan ganda,
karena terjadi dua kali proses interpretasi dalam memahami satu masalah hukum
yang bersumber dari BW atau WvK. Akibatnya, apa yang diterima oleh
sarjana-sarjana hukum Indonesia saat ini, lebih dipengaruhi oleh bagaimana
sarjana-sarjana hukum sebelumnya menginterpretasikan isi BW atau WvK. Proses
penerimaan yang terjadi, pada kenyataannya telah diikuti dengan proses
pengembanan dan pengembangan hukum yang dilakukan sarjana-sarjana hukum
Indonesia sendiri.
Proses penerjemahan
ganda tersebut, bukannya tidak menimbulkan masalah. Sebab, seperti sudah
penulis singgung sebelumnya, sarjana-sarjana hukum Indonesia yang lahir
belakangan tidak lagi menguasai bahasa Belanda. Sehingga yang mereka lihat
hanyalah adanya beragam interpretasi akan satu pengertian tertentu, tanpa lagi
bisa menyelami lebih dalam esensi dari perbedaan pendapat yang timbul akan satu
pengertian hukum.
Bukan
Hanya Masalah Bahasa
Dari apa yang penulis
ketahui sampai sejauh ini, adanya keterbatasan pemahaman oleh sarjana-sarjana
hukum Indonesia saat ini akan hukum dagang Eropa yang diterima menjadi bagian
dalam sistem hukum Indonesia, tidak hanya pada tataran pemahaman literal yang
bersumber pada terjadinya proses penerjemahan ganda. Memang adanya keberagaman
pemahaman literal tersebutlah yang menjadi tantangan awal dalam membangun
sistem hukum dagang Indonesia. Namun, bagaimanapun juga, pengembanan dan
pengembangan hukum dagang Indonesia sendiri terus berjalan dan bukannya hanya
jalan di tempat.
Pengembanan dan
pengembangan hukum, seperti kita ketahui bersama, juga tak lepas dari peran
sarjana-sarjana hukum dalam memahami dan menerapkan konsep-konsep hukum. Di
sisi lain, imbas dari adanya keterbatasan pemahaman literal sarjana-sarjana
hukum Indonesia adalah terbatasnya pemahaman mereka akan konsep-konsep tersebut.
Akibatnya, di dalam praktek hukum Indonesia, fungsi keilmuan dari
sarjana-sarjana hukum dagang pada khususnya belumlah berjalan sebagaimana
mestinya.
Fungsi keilmuan yang
penulis maksud di sini, adalah peran aktif sarjana-sarjana hukum dalam proses
pengembanan dan pengembangan hukum berdasar atas wacana teoretis yang mereka
kuasai. Yang masih terjadi sampai sejauh ini, dari pengamatan penulis, adalah
bagaimana peran sarjana-sarjana hukum yang tak lebih dari juru undang-undang.
Sehingga, tulisan-tulisan mengenai bagaimana cara mendirikan PT atau Koperasi,
misalnya, lebih mengemuka daripada tulisan tentang posisi PT atau Koperasi di
dalam sebuah sistematika hukum dagang Indonesia, berdampingan dengan pemain-pemain'
lain, seperti bentuk usaha persekutuan, firma, ataupun perusahaan perseorangan.
Seperti kita ketahui
bersama, kedua bentuk badan hukum tersebut (PT dan Koperasi) telah diatur
keberadaannya dengan undang-undang. Dan memang itu pokok persoalannya. Bahwa
mahasiswa-mahasiswa hukum memang lebih terarah untuk hanya sebatas melihat
aturan yang ada di dalam undang-undang, ketimbang memahami konsep-konsep yang
menjadi pondasi undang-undang itu sendiri. Akibatnya, setiap masalah hukum baru
akan coba dipecahkan dengan membuat aturan perundangan baru.
Sementara di sisi lain,
masih banyak aturan-aturan perundangan berkaitan dengan hukum dagang, terutama
yang bersumber dari BW dan WvK yang masih bisa digali lagi, untuk memperjelas
sistematika hukum dagang yang dibangun oleh konsep-konsep hukum.
Sistem
Hukum: Sebuah Sistematika
Dalam praktek hukum
dagang Indonesia permasalahan ini bukannya tidak penting. Sudah lazim seseorang
atau satu pihak yang ingin memulai berkecimpung di dunia usaha menanyakan
bentuk usaha seperti apakah yang cocok bagi mereka. Sarjana hukum tentu saja
dituntut untuk dapat menjelaskan sistematika hukum dagang Indonesia kepada
mereka. Dalam bahasa yang sederhana tentunya. Begitu juga apabila timbul
pertanyaan akan keberadaan badan-badan hukum lain yang diakui oleh sistem hukum
Indonesia.
Dalam klinik sebuah
situs hukum terkemuka (www.hukumonline.com), pernah ditanyakan akan perbedaan
perkumpulan dan yayasan. Pihak yang kompeten menjawab pertanyaan
tersebut--tanpa mencantumkan sumber--menjawab bahwa perkumpulan, antara lain,
bersifat dan bertujuan komersial, serta mementingkan keuntungan (profit
oriented). Menurut pemahaman sarjana hukum tersebut, menurut hemat penulis,
tidak ada perbedaan antara bentuk persekutuan (maatschap) dari pasal 1618 KUH
Perdata dengan bentuk perkumpulan (vereniging) dari pasal 1653 KUH Perdata.
Pertanyaan yang timbul
dalam benak penulis ketika membaca jawaban tersebut adalah dari mana pendapat
tersebut bersumber. Lebih serius lagi, apakah pendapat bahwa perkumpulan
bersifat dan bertujuan komersial, serta mementingkan keuntungan (profit
oriented) merupakan pendapat hukum yang diterima di Indonesia? Yang jelas, tak
ada ketentuan KUH Perdata yang mencantumkan pendapat tentang perkumpulan (vereniging)
tersebut. Juga penulis kira bukan perkumpulan yang diakui sebagai subyek hukum
dalam Stb. 1870 No. 64. Masalahnya sekarang, perkumpulan yang dimaksud di sini
adalah perkumpulan yang mana? Kalaupun tidak ada beda antara persekutuan (maatschap)
dan perkumpulan (vereniging), mengapa si pembuat BW yang diterjemahkan sebagai
KUH Perdata tersebut mesti menetapkan dua pokok aturan yang berbeda?
Kepastian
Hukum
Kembali pada pembuka
tulisan ini, 10 tahun yang lalu Mochtar Kusumaatmadja dalam makalahnya juga
memberikan jalan keluar untuk masalah ketidakpastian di dalam hukum perdagangan
di Indonesia.
Pedoman yang dapat
digunakan dalam membangun hukum nasional adalah untuk mengusahakan kesatuan
apabila mungkin, membolehkan keanekaragaman bila keadaan menghendakinya, tetapi
bagaimanapun juga mengutamakan kepastian.
Kunci pokok dari
pembaharuan hukum, menurut beliau, adalah menjamin adanya satu kepastian hukum
atau tertib hukum. Bagaimana tertib hukum itu dapat terwujud?
Soalnya demi kepastian
hukum kesemuanya ini sebaiknya diberi bentuk hukum tertulis atau undang-undang.
Kepastian hukum atau
tertib hukum tersebut hanya dapat terwujud apabila ada hukum tertulis atau
undang-undang yang mengaturnya. Hanya saja, menurut beliau penyusunan kitab
undang-undang hukum perdata dan kitab undang-undang hukum dagang akan memakan
waktu yang sangat lama. Untuk itu, ujarnya lebih lanjut, pilihan terbaik adalah
dengan penyusunan produk perundangan secara sebagian demi sebagian, menurut urgensi
masing-masing.
Penyusunan produk
perundangan secara sebagian demi sebagian bukannya tidak mengandung risiko. Pertama,
seperti telah disinggung sebelumnya, bahwa bukan tidak mungkin penyusunan
secara sebagian demi sebagian tanpa pemahaman sistematik akan melahirkan
ketidakjelasan baru. Mengapa? Karena produk perundangan yang satu semestinya
berkesinambungan dengan produk perundangan yang lain. Dengan kata lain
produk-produk perundangan tersebut ada dalam satu sistem hukum yang sama. Pada
penyusunan secara sebagian demi sebagian, bagaimanapun hal tersebut mesti
dicermati dengan sungguh-sungguh.
Permasalahan kedua,
adanya kecenderungan untuk menyusun produk perundangan secara reaktif, artinya
melimpahkan segala permasalahan hukum pada proses pengaturan semata.
Seolah-olah suatu masalah hukum sudahlah terpecahkan begitu undang-undang
ditetapkan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, mau tak mau peran keilmuan
sarjana-sarjana hukum Indonesia mesti dioptimalkan lagi. Yaitu dengan
mencermati sekaligus mengkritisi setiap peraturan perundangan yang baru
ditetapkan. Sebab, dengan adanya keterkaitan satu produk hukum dengan produk
hukum lainnya, bukan tidak mungkin satu undang-undang baru akan menimbulkan
suatu masalah hukum baru. Sehingga, adanya pemahaman sistematik, untuk sebuah
konstruksi sistem hukum paling abstrak sekalipun, menjadi kebutuhan yang tak
bisa ditinggalkan.
Sebagai contoh produk
perundangan yang penulis anggap masih kurang didasari oleh proses pemahaman
sistematik adalah pengertian yayasan seperti yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (1)
Undang-Undang Yayasan tahun 2001. Di dalam pasal tersebut disebutkan bahwa: Yayasan
adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan
untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan,
yang tidak mempunyai anggota.
Apakah ini juga berarti
bahwa di Indonesia ada badan hukum yang tidak terdiri atas kekayaan yang
dipisahkan? Bukankah suatu badan hukum adalah juga merupakan subyek hukum
mandiri yang dengan sendirinya mengandung pengertian memiliki kekayaan yang
terpisah dari kekayaan si pendiri? Kalaupun ada, badan hukum yang manakah itu?
Pada tingkat peraturan
yang lebih rendah, kerancuan seperti ini terlihat lebih parah lagi. Apabila
pembaca mencoba mencari tahu konsep badan hukum yang diterima di daerah, maka
pada Pasal 1 ayat(7) Perda Kab. Jayapura No. 3 tahun 2000 barangkali dapat
disebutkan sebagai contoh kerancuan yang cukup mencolok. Pengertian badan hukum
menurut peraturan daerah tersebut dapat dilihat di dalam teks di bawah ini.
Badan Hukum adalah
suatu bentuk badan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan
Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama
dan bentuk apapun, Persekutuan, Perkumpulan, Firma, Kongsi, Koperasi, Yayasan
atau Organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap serta bentuk badan
usaha lainnya;
Bukankah isi peraturan ini sendiri sudah merupakan
pengingkaran dari prinsip sistem tertutup badan hukum (het gesloten systeem van
het rechtspersonenrecht) yang melalui literatur diterima sebagai konsep yang
berlaku di Indonesia? Fenomena tersebut menunjukkan seolah-olah tidak ada
keseriusan untuk menata hukum perdagangan di Indonesia dengan sistematis.
Pengaturan normatif dengan karakter top down' menjadi kata kunci dalam proses
pengembangan hukum di Indonesia selama ini. Akibatnya, politik hukum menjadi
lebih dominan ketimbang pengembanan hukum. Kepastian hukum pun pada gilirannya
tak lebih menjadi kepastian akan hukum kekuasaan.
Pertanyaan selanjutnya
adalah: Masih adakah gairah dari sarjana-sarjana hukum di Indonesia sendiri
untuk mengoptimalkan fungsi keilmuannya dengan menanggapi kondisi tersebut?
Quo
Vadis?
Sampailah kita pada
penutup dari tulisan ini, dengan satu pertanyaan mendasar: Ke mana arah
pengembangan hukum perdagangan Indonesia? Quo Vadis? Apabila kita konsisten
dengan apa yang dilontarkan oleh Mochtar Kusumaatmadja 10 tahun yang lalu,
yaitu dengan proses kodifikasi secara sebagian demi sebagian, sepatutnya kita
juga mesti mengevaluasi kembali produk perundangan yang telah lahir 10 tahun
terakhir ini. Sudahkah ada kesinambungan antara produk-produk hukum yang ada?
Sudahkah masalah-masalah hukum yang ditinggalkan oleh produk hukum klasik,
dalam hal ini peninggalan pemerintah kolonial Belanda, dapat kita antisipasi?
Undang-undang tentang
PT dan undang-undang tentang yayasan telah ditetapkan dalam jangka waktu satu
dasawarsa. Sebaliknya, bentuk-bentuk usaha yang diatur di dalam KUH Perdata dan
atau di dalam KUHD masih meninggalkan banyak pertanyaan. Undang-Undang Yayasan
2001 sendiri, seperti penulis tuturkan di atas, bukannya tidak membuka satu
tanda tanya baru. Belum lagi apabila kita telusuri kembali UU Perkoperasian
tahun 1992, penulis yakin masih banyak hal yang masih diperdebatkan lagi. Salah
satu contoh adalah tentang jatidiri koperasi sendiri. Benarkah koperasi,
seperti dituturkan oleh Abdulkadir Muhammad, adalah varian dari perkumpulan?
Lalu di mana bisa kita temukan sumber hukum yang memberi kejelasan akan
pengertian perkumpulan itu sendiri? KUH Perdata? Benarkah koperasi pada
kenyataannya memang sebuah perkumpulan yang marupakan akumulasi orang dan bukan
(semata) akumulasi modal?
KESIMPULAN
Hukum
dagang itu sebuah aturan hukum yang mengatur hubungan antara pihak yang
satu dengan pihak yang lainnya, khusunya dalam perniagaan/perdagangan. Hukum
dagang di indonesia bersumber pada hukum tertulis yang sudah dikodifikasikan
dan hukum tertulis yang belum dikodifikasikan. Hukum tertulis yang sudah
dikodifikasikan yang berasal dari kuh dagang dan kuh sipil. Sedangkan hukum
tertulis yang belum dikodifikasikan yang mengatur tentang persetujuan jual
beli, persetujuan sewa menyewa dan persetujuan pinjaman uang.
Pengertian
hak atas kekayaan intelektual (haki) atau hak kekayaan intelektual (hki)
adalah hak yang berasal dari hasil kegiatan intelektual manusia yang memiliki
manfaat ekonomi. Hki dalam dunia internasional dikenal dengan nama intellectual
property rights (ipr) yaitu hak yang timbul dari hasil olah pikir yang
menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk kepentingan manusia.
Jenis perusahaan itu ada
Perusahaan perseorangan, Koperasi, BUMN, dan BUMS. Serta cara meresmikan
perusahaan terbagi atas 3;
1.
Pendaftaran nama badan usaha/perusahaan
dalam proses pendirian perusahaan,
2.
Pendaftaran perusahaan sebagai kewajiban
yang diatur dalam uu no. 32 tahun 1982 tentang wajib daftar perusahaan (“uu
wdp”); atau
3.
Pendaftaran nama perusahaan sebagai
merek.
Sumber :
https://www.eduspensa.id/bentuk-bentuk-badan-usaha/
http://www.gurupendidikan.com/hukum-dagang-pengertian-sumber-ruang-lingkup-dan-kedudukan-beserta-contohnya-secara-lengkap/
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol13677/hukum-perdagangan-indonesia-iquo-vadisi
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4e085e4ac5a0f/bagaimana-cara-mendaftarkan-nama-usaha
Http://www.kanal.web.id/2016/10/hak-atas-kekayaan-intelektual.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar