Senin, 08 Mei 2017

HUKUM DAGANG, BENTUK PERUSAHAAN, HAKI, SERTA CARA MELEGALKAN PERUSAHAAN



Tugas Softskill#3
Nama  : Junita Kurniawati
NPM   : 23215638
Kelas   : 2EB20

LATAR BELAKANG
Hukum dagang itu sebuah aturan hukum yang mengatur hubungan antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya, khusunya dalam perniagaan/perdagangan. Ada beberapa hal yang diatur dalam kuh perdata diatur juga dalam kuhd. Bila demikian adanya, ketentuan-ketentuan dalam kuhd itulah yang akan berlaku. Kuh perdata adalah  lex generalis (hukum umum), sedangkan kuhd ialah lex specialis (hukum khusus).
Dalam  hubungannya dengan hal tersebut berlaku adagium lex specialis derogat lex generalis (hukum khusus menghapus hukum umum). Hukum dagang di indonesia bersumber pada hukum tertulis yang sudah dikodifikasikan dan hukum tertulis yang belum dikodifikasikan. Hukum tertulis yang sudah dikodifikasikan yang berasal dari kuh dagang dan kuh sipil. Sedangkan hukum tertulis yang belum dikodifikasikan yang mengatur tentang persetujuan jual beli, persetujuan sewa menyewa dan persetujuan pinjaman uang.
Pengertian hak atas kekayaan intelektual (haki) atau hak kekayaan intelektual (hki) adalah hak yang berasal dari hasil kegiatan intelektual manusia yang memiliki manfaat ekonomi. Hki dalam dunia internasional dikenal dengan nama intellectual property rights (ipr) yaitu hak yang timbul dari hasil olah pikir yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk kepentingan manusia. Konsep dasar tentang haki berdasarkan pada pemikiran bahwa karya intelektual yang telah diciptakan atau dihasilkan manusia memerlukan pengorbanan waktu, tenaga dan biaya.
Pada intinya pengertian hak atas kekayaan intelektual (haki) atau hak kekayaan intelektual (hki) dan intellectual property rights (ipr) adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual. Berdasarkan pengertian ini maka perlu adanya penghargaan atas hasil karya yang telah dihasilkan yaitu perlindungan hukum bagi kekayaan intelektual tersebut. Tujuannya adalah untuk mendorong dan  menumbuhkembangkan semangat terus berkarya dan mencipta.
Jadi, Hukum dagang termasuk hukum perdata khusus atau termasuk kuhd lex specialis (hukum khusus). Sedangkan pengertian hak atas kekayaan intelektual (haki) yaitu hak untuk menikmati hasil dari suatu kreativitas intelektual sehingga perlu adanya penghargaan atas hasil karya yang telah dihasilkan yaitu perlindungan hukum bagi kekayaan intelektual tersebut.

MACAM-MACAM PERUSAHAAN
A.    Perusahaan perseorangan
Dari namanya kita tahu bahwa perusahaan perseorangan merupakan jenis kegiatan usaha, modal dan manajemenya ditangani oleh satu orang. Orang yang punya usaha tersebut biasanya menjadi manajer atau direktur sendiri, jadi tanggung jawabnya tidak terbatas. Namun jika mengalami keuntungan, tentu untuk diri sendiri.
Ciri-cirinya :
1)   Dimiliki oleh perorangan.
2)   Pengelolaan terbatas atau sederhana.
3)   Modal tidak terlalu besar.
4)   Kelangsungan hidup usaha bergantung pada pemilik perusahaan.
Kelebihan :
·         Dapat mudah dimulai.
·         Biaya tergolong rendah.
·         Bebas dalam mengelola perusahaan.
Kekurangan :
·      Karena perorangan dan biaya terbilang sedikit, jadi kemampuan perusahaan terbatas.
·      Tenaga kerja dan manajemen terbatas.
·      Kebutuhan modal yang dapat dipenuhi oleh pemilik juga kecil.

B.     Koperasi

Koperasi adalah jenis badan usaha yang beranggotakan orang – orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berlandaskan asas kekeluargaan.

Menurut ilo ( international labour organization ), koperasi memiliki 6 elemen atau ciri – ciri yang harus dimiliki :

1)   Koperasi adalah perkumpulan orang – orang.
2)   Penggabungan orang – orang berdasarkan kesukarelaan.
3)   Terdapat tujuan ekonomi yang ingin dicapai.
4)   Terdapat kontribusi yang adil terhadap modal yang dibutuhkan.
5)   Anggota koperasi menerima manfaat dan resikonya secara seimbang.
Kelebihan :
·      Sisa hasil usaha yang dihasilkan oleh koperasi akan dibagi kepada anggota.
·      Anggota koperasi berperan jadi konsumen dan produsen sekaligus.
·      Seseorang yang akan menjadi anggota koperasi atau yang ingin atau yang sudah menjadi anggota, bukan karena terpaksa, melainkan keinginanya sendiri untuk memperbaiki hidupnya.
·      Mengutamakan kepentingan anggota.
Kekurangan :
·      Modal terbatas.
·      Daya saing lemah.
·      Tidak semua anggota memiliki kesadaran berkoperasi.
·      Sumber daya manusia terkadang kurang.
C.    Bumn (badan usaha milik negara )
Bumn merupakan jenis badan usaha dimana seluruh atau sebagian modal dimiliki oleh pemerintah. Status pegawai yang bekerja di bumn adalah karyawan bumn, bukan pegawai negeri. Saat ini sih sudah ada 3 bentuk badan usaha bumn, yaitu :
1.      Perjan merupakan salah satu bentuk badan usah yang seluruh modalnya dimiliki oleh pemerintah. Kemudian perjan fokus melayani masyarakat. Namun karena selalu fokus pada masyarakat dan tanpa adanya pemasukan untuk menanggulangi hal tersebut, maka sudah tidak terapkan lagi. Contoh perjan : pjka (perusahaan jawatan kereta api), sekaran menjadi pt. Kai.
2.      Perum ibarat perubahan dari perjan. Sama seperti perjan, namun perum berorientasi pada profit atau mencari keuntungan. Perum dikelola oleh negara dan karyawan berstatus sebagai pegawai negeri. Walaupun sudah berusaha mencari keuntungan namun tetap saja merugi, sehingga negara menjualnya ke publik dan pada akhirnya berganti nama menjadi perseo.
3.      Persero merupakan salah satu bentuk badan usaha yang dikelola oleh negara. Tidak seperti perjan dan perum. Selain mencari keuntungan, persero juga mendedikasikan untuk pelayanan masyarakat.
Ciri-ciri persero :
1.    Tujuan utamanya mencari laba (komersial)
2.    Modal sebagian atau seluruhnya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan yang berupa saham-saham
3.    Dipimpin oleh direksi
4.    Pegawainya berstatus sebagai pegawai swasta
5.    Badan usahanya ditulis pt (nama perusahaan) (persero)
6.    Tidak memperoleh fasilitas negara
Contoh persero : pt. Kereta api indonesia, pt. Perusahaan listrik negara, pt. Pos indonesia dan masih banyak lagi.
D.    Bums (badan usaha milik swasta)
Badan usaha milik swasta atau bums adalah jenis badan usaha yang didirikan dan dimodali oleh seseorang atau sekelompok orang. Berdasarkan uud 1945 pasal 33, bidang- bidang usaha yang diberikan kepada pihak swasta adalah mengelola sumber daya ekonomi yang bersifat tidak vital dan strategis atau yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak. Berdasarkan badan hukumnya, bums dibedakan menjadi :
1.    Firma (fa)
Firma merupakan badan usaha yang didirikan oleh 2 orang atau lebih dimana tiap anggota bertanggung jawab penuh atas perusahaan. Modal firman berasal dari anggota pendiri. Untuk laba atau keuntungan dibagikan kepada anggota dengan perbandingan sesuai akta sewaktu pendiriannya.
Ciri-ciri firma :
1)   Para sekutu aktif dalam mengelola perusahaan
2)   Tanggung jawab tak terbatas atas segala resiko yang terjadi
3)   Akan berakhir jika salah satu anggota mengundurkan diri atau meninggal dunia.
Kelebihan :
·      Mudah, tak perlu banyak persyaratan namun perlu kesepakatan para pihak yang akan mendirikan firma.
·      Tidak terlalu memerlukan akta formal karena menggunakan akta dibawah tanda tangan
·      Modal lebih cepat cair
·      Lebih mudah berkembang
Kekurangan :
·      Punya tanggung jawab yang tak terbatas apabila ada resiko
·      Bisa mengancam kelangsungan hidup perusahaan bila salah satu pendiri meninggal dunia atau mengundurkan diri
·      Sulit dalam peralihan pimpinan dan sering terjadi konflik internal
·      Kesulitan menghimpun dana besar serta mengikuti tender dalam jumlah tertentu
2.    Cv ( commanditaire vennootschap ) atau persekutuan komanditer
Perusahaan komanditier atau yang biasa disingkat menjadi cv meruapakan perusahaan persekutuan yang didirikan berbadasarkan saling percaya (ciee). Jadi tuh cv merupakan salah satu bentuk usaha yang dipilih para pengusaha yang ingin punya kegiatan usaha namun modal minim.
Dalam cv, terdapat beberapa sekutu yang secara penuh bertanggung jawab atas sekutu lainnya, kemudian ada salah satu yang menjadi pemberi modal. Dan tanggung jawab sekutu komanditer hanya terbatas pada sejumlah modal yang diberikan. Sehingga ada 2 jenis sekutu :
·      Sekutu aktif adalah anggota yang memimpin/ menjalankan perusahaan dan bertanggung jawab penuh atas utang- utang perusahaan.
·      Sekutu pasif / sekutu komanditer adalah anggota yang hanya menanamkan modalnya kepada sekutu aktif dan tidak ikut campur dalam urusan operasional perusahaan. Sekutu pasif bertanggung jawab atas risiko yang terjadi sampai batas modal yang ditanam.
Ciri – ciri cv :
1)   Didirikan minimal 2 orang, dimana satu orang bertindak sebagai persero aktif, dan satunya lagi sebagai persero pasif
2)   Seorang persero aktif akan bertindak mengurus perseroan. Sehingga ia akan bertanggung jawab penuh atas segala resiko.
3)   Persero pasif hanya bertindak sebagai sleeping partner. Dimana dia hanya bertanggung jawab sebesar modal yang ia setorkan ke dalam perseroan.
Kelebihan :
·      Bentuk cv sudah dikenal masyarakat, sehingga memudahkan perusahaan ikut dalam berbagai kegiatan.
·      Cv mudah memperloleh modal karena pihak perbankan mempercayainya.
·      Lebih mudah berkembang karena dipegan orang yang ahli dan dipercaya.
·      Cv lebih fleksibel
·      Pembagian keuntungan diberikan pada sekutur komanditer dan tak kena pajak penghasilan
Kekurangan :
·      Untuk mendirikan cv lebih ribet, karena melalui akta notaris dan didaftarkan ke departmen kehakiman.
·      Status hukum badan usaha cv jarang dipilih oleh pemilik modal atau beberapa proyek besar
3.    Pt ( perseroan terbatas )
Merupakan badan hukum perusahaan yang banyak diminati pengusaha. Kenapa? Karena badan hukum ini punya kelebihan  dibanding lainnya. Apa aja? Seperti luasnya badan usaha yang bisa dimiliki, bebas dalam pergerakan bidang usaha dan tanggung jawab yang dimiliki terbatas hanya pada modal yang disetorkan.
Ciri – ciri pt :
1)   Kewajiban terhadap pihak luar hanya terbatas pada modal yang disetorkan.
2)   Mudah dalam peralihan kemepimpinan.
3)   Usia pt tidak terbatas.
4)   Mampu untuk menghimpun dana dalam jumlah yang besar.
5)   Bebas untuk melakukan berbagai aktivitas bisnis.
6)   Mudah mencari karyawan
7)   Dapat dipimpin oleh orang yang tidak memiliki saham.
8)   Pajaknya berganda antara pajak penghasilan dan pajak deviden
Kelebihan pt :
·      Mudah dalam peralihan kepemimpinan.
·      Mudah memperoleh tambahan modal.
·      Kelangsungan perusahaan sebagai badan hukum lebih terjamin.
·      Lebih efisien dalam manajemen pengolahan sumber-sumber modal.
Kekurangan pt :
·      Pajaknya berganda antara pajak penghasilan dan pajak deviden.
·      Pendiriannya memerlukan akta notaris dan ijin khusus usaha tertentu.
·      Biaya pembentukan pt relatif tinggi.
·      Terlalu terbuka dalam pelaporan kepada pemegang saham.

4.    Yayasan
Yayasan  merupakan salah satu bentuk – bentuk badan usaha, namun yayasan tidak mencari untung. Jadi lebih ke kepentingan sosial dan berbadan hukum.
Ciri – ciri yayasan :
1)   Yayasan dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2)   Yayasan dibentuk dengan memisahkan kekayaan pribadi pendiri untuk tujuan nirlaba, religi, sosial dan kemanusiaan.
3)   Didirikan dengan akta notaris.
4)   Tidak memilik anggota dan tidak dimiliki siapapun, namun memiliki pengurus atau organ untuk merealisasikan tujuan yayasan.
5)   Yayasan dapat dibubarkan oleh pengadilan dalam kondisi pertentangan tujuan yayasan dengan hukum, likuidasi dan pailit.
Kelebihan :
Non profit dan rela membantu masyarakat
Kekurangan :
Terbatasnya dana

CARA MELEGALKAN PERUSAHAAN
1.      Pendaftaran nama badan usaha/perusahaan dalam proses pendirian perusahaan,
2.      Pendaftaran perusahaan sebagai kewajiban yang diatur dalam uu no. 32 tahun 1982 tentang wajib daftar perusahaan (“uu wdp”); atau
3.      Pendaftaran nama perusahaan sebagai merek.
Berikut penjelasannya:
1.      Pendaftaran nama badan usaha yang dimaksud pada butir 1 bergantung pada bentuk badan usaha/perusahaan yang dipilih. Jika bentuk badan usaha yang anda pilih bukan badan hukum (misal, cv, firma atau persekutuan perdata) maka tidak perlu dilakukan pengecekan dan pemesanan nama pada instansi manapun. Namun, jika bentuk badan usaha yang anda pilih adalah badan hukum (misalnya, perseroan terbatas/pt, yayasan, atau koperasi) maka dalam proses pendiriannya perlu dilakukan pengecekan dan pemesanan nama. Untuk pt misalnya, pemesanan nama tersebut dilakukan melalui notaris yang akan membuat akta pendirian pt pada sistem administrasi badan hukum (sabh) kementerian hukum dan hak asasi manusia (irma devita purnamasari, s.h., m.kn., “panduan lengkap hukum praktis populer kiat-kiat cerdas, mudah dan bijak mendirikan badan usaha”, hal. 59).
2.      Pendaftaran perusahaan yang dimaksud butir 2 di atas merupakan lingkup kewenangan dari kementerian perdagangan. Pendaftaran perusahaan ini menjadi kewajiban bagi setiap perusahaan yang dijalankan di indonesia, termasuk namun tidak terbatas bagi usaha-usaha baik berbentuk pt, koperasi, cv, firma maupun usaha perorangan. Demikian ketentuan yang diatur dalam pasal 7 jo pasal 8 uu no. 32 tahun 1982 tentang wajib daftar perusahaan (“uu wdp”) dan permendag no. 37/m-dag/per/2007 tentang penyelenggaraan pendaftaran perusahaan (“permendag 37/2007”).
Adapun hal-hal yang wajib didaftarkan dalam daftar perusahaan berbeda-beda bergantung pada bentuk perusahaan yang akan didaftarkan. Untuk pt misalnya, hal-hal yang wajib didaftarkan di antaranya:
a.    Nama perseroan;
b.    Merek perusahaan.
c.    Tanggal pendirian perseroan,
d.   Jangka waktu berdirinya perseroan.
e.    Kegiatan pokok dan lain-lain kegiatan usaha perseroan
f.     Izin-izin usaha yang dimiliki.
g.    Alamat perusahaan pada waktu perseroan didirikan dan setiap perubahannya;
h.    Alamat setiap kantor cabang, kantor pembantu dan agen serta perwakilan perseroan.
(lihat pasal 1 ayat [1] uu wdp)

Mengenai cara dan tempat serta waktu pendaftaran perusahaan ini diatur dalam bab iv uu wdp, dalam pasal 9 dan pasal 10 yaitu dengan ketentuan sebagai berikut:
·         Pendaftaran dilakukan dengan cara mengisi formulir pendaftaran yang ditetapkan oleh menteri pada kantor tempat pendaftaran perusahaan.
·          penyerahan formulir pendaftaran dilakukan pada kantor pendaftaran perusahaan yaitu:
1)      Di tempat kedudukan kantor perusahaan;
2)      Di tempat kedudukan setiap kantor cabang, kantor pembantu perusahaan atau kantor anak perusahaan;
3)      Di tempat kedudukan setiap kantor agen dan perwakilan perusahaan yang mempunyai wewenang untuk mengadakan perjanjian
·         Dalam hal suatu perusahaan tidak dapat didaftarkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) pasal ini, pendaftaran dilakukan pada kantor pendaftaran perusahaan di ibukota propinsi tempat kedudukannya.
Menurut pasal 3 ayat (1) permendag 37/2007, pendaftaran perusahaan dilakukan pada kantor pendaftaran perusahaan (kpp) kabupaten/kota/kotamadya tempat kedudukan perusahaan yang bersangkutan. Pendaftaran perusahaan dapat dilakukan oleh kantor dinas/suku dinas yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang perdagangan atau pejabat yang bertugas dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan pelayanan terpadu satu pintu (lihat pasal 3 ayat [2] permendag 37/2007). Dan pendaftaran  ini wajib dilakukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah perusahaan mulai menjalankan usahanya.
3.      Jika anda ingin menjadikan nama perusahaan sebagai merek, maka anda harus mendaftarkannya ke direktorat jenderal hak kekayaan intelektual. Karena, nama perusahaan dan merek adalah dua hal yang harus dibedakan. Apabila suatu perusahaan ingin mendapatkan merek sesuai dengan namanya, maka perusahaan tersebut tetap harus melakukan pendaftaran sebagaimana diatur dalam uu no. 15 tahun 2001 tentang merek


PERMASALAHAN
Hukum Perdagangan Indonesia: Quo Vadis?
Dalam sebuah seminar yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional 10 tahun yang lalu, Mochtar Kusumaatmadja mengungkapkan adanya sebuah kendala besar dalam pengembangan hukum perdagangan di Indonesia. ((*)Mahasiswa hukum program pascasarjana Hukum Perusahaan, Universitas Utrecht, Belanda)
ANALISIS
Kendala tersebut antara lain sehubungan dengan belum adanya kejelasan akan peraturan-peraturan mengenai bentuk-bentuk usaha.
Kesulitan lain dalam mengembangkan hukum perdagangan di Indonesia adalah belum adanya undang-undang atau hukum tertulis yang mengatur hal ihwal hukum perdata dan dagang sebagai soal yang mendasar seperti misalnya hukum yang mengatur perikatan atau kontrak ataupun bentuk usaha lain selain perseroan terbatas.

Bentuk-bentuk atau badan-badan usaha yang dikenal saat ini (dengan perkecualian PT dan Koperasi), diadaptasi dalam praktek hukum di Indonesia melalui proses penerimaan (resepsi) hukum perdata yang berlaku di masa penjajahan Belanda.
Dapat dikatakan bahwa hukum perdata dan dagang yang tadinya berlaku bagi golongan Eropa, melalui proses (hukum) resepsi sudah menjadi bagian dari hukum Indonesia sebagai hukum yang nyata diterima (hukum yang hidup). 
Sumber hukum persekutuan (maatschap) dan perseroan (vennootschap) misalnya, tidak lain dari peraturan-peraturan yang termaktub di dalam KUH Perdata yang merupakan terjemahan dari BW (Burgerlijk Wetboek) dan KUHD sebagai terjemahan dari WvK (Wetboek van Koophandel). Sebagai sebuah terjemahan, maka dengan sendirinya pendapat hukum yang berkembang berdasar pada kedua sumber hukum tersebut amatlah beragam. Keberagaman ini terjadi akibat adanya keberagaman interpretasi dalam memahami isi teks yang berasal dari teks berbahasa Belanda.  
Dalam kesempatan ini penulis tidak akan membahas lebih lanjut keberagaman pendapat tersebut secara khusus. Setidaknya satu buku tersendiri barulah cukup untuk, misalnya, membicarakan perkembangan hukum tentang perkumpulan di Indonesia. Yang ingin penulis bahas lebih lanjut adalah bagaimana keberagaman pemahaman akan ikon-ikon hukum dari masa penjajahan Belanda tersebut berkembang dan mengakibatkan lahirnya ketidakpastian hukum.
Penerjemahan Ganda
Seperti telah dituturkan di atas, mau tak mau kita hatus mengakui bahwa telah terjadi proses penerimaan (resepsi) hukum Eropa di dalam sistem hukum Indonesia, dalam hal ini berkaitan dengan  pengaturan hukum perikatan dan hukum perdagangan. Sedang untuk pengaturan hukum waris, hukum perkawinan, serta hukum keluarga, hukum adat dan hukum Islamlah yang berperan.
Namun begitu, masa sekarang ini setidaknya telah jauh berbeda dari masa prakemerdekaan, di mana di masa itu masih banyak terdapat sarjana hukum Indonesia yang menguasai bahasa hukum Belanda. Sarjana-sarjana hukum yang lahir belakangan, tidak lagi mendapatkan pengetahuan tentang hukum dagang Eropa yang dibawa Belanda dari sumber pertama. Telah terjadi proses pemindahan dan perpindahan pengetahuan yang bisa disebut sebagai proses penerjemahan ganda.
Penerjemahan ganda, karena terjadi dua kali proses interpretasi dalam memahami satu masalah hukum yang bersumber dari BW atau WvK. Akibatnya, apa yang diterima oleh sarjana-sarjana hukum Indonesia saat ini, lebih dipengaruhi oleh bagaimana sarjana-sarjana hukum sebelumnya menginterpretasikan isi BW atau WvK. Proses penerimaan yang terjadi, pada kenyataannya telah diikuti dengan proses pengembanan dan pengembangan hukum yang dilakukan sarjana-sarjana hukum Indonesia sendiri.
Proses penerjemahan ganda tersebut, bukannya tidak menimbulkan masalah. Sebab, seperti sudah penulis singgung sebelumnya, sarjana-sarjana hukum Indonesia yang lahir belakangan tidak lagi menguasai bahasa Belanda. Sehingga yang mereka lihat hanyalah adanya beragam interpretasi akan satu pengertian tertentu, tanpa lagi bisa menyelami lebih dalam esensi dari perbedaan pendapat yang timbul akan satu pengertian hukum.  
Bukan Hanya Masalah Bahasa
Dari apa yang penulis ketahui sampai sejauh ini, adanya keterbatasan pemahaman oleh sarjana-sarjana hukum Indonesia saat ini akan hukum dagang Eropa yang diterima menjadi bagian dalam sistem hukum Indonesia, tidak hanya pada tataran pemahaman literal yang bersumber pada terjadinya proses penerjemahan ganda. Memang adanya keberagaman pemahaman literal tersebutlah yang menjadi tantangan awal dalam membangun sistem hukum dagang Indonesia. Namun, bagaimanapun juga, pengembanan dan pengembangan hukum dagang Indonesia sendiri terus berjalan dan bukannya hanya jalan di tempat.
Pengembanan dan pengembangan hukum, seperti kita ketahui bersama, juga tak lepas dari peran sarjana-sarjana hukum dalam memahami dan menerapkan konsep-konsep hukum. Di sisi lain, imbas dari adanya keterbatasan pemahaman literal sarjana-sarjana hukum Indonesia adalah terbatasnya pemahaman mereka akan konsep-konsep tersebut. Akibatnya, di dalam praktek hukum Indonesia, fungsi keilmuan dari sarjana-sarjana hukum dagang pada khususnya belumlah berjalan sebagaimana mestinya.
Fungsi keilmuan yang penulis maksud di sini, adalah peran aktif sarjana-sarjana hukum dalam proses pengembanan dan pengembangan hukum berdasar atas wacana teoretis yang mereka kuasai. Yang masih terjadi sampai sejauh ini, dari pengamatan penulis, adalah bagaimana peran sarjana-sarjana hukum yang tak lebih dari juru undang-undang. Sehingga, tulisan-tulisan mengenai bagaimana cara mendirikan PT atau Koperasi, misalnya, lebih mengemuka daripada tulisan tentang posisi PT atau Koperasi di dalam sebuah sistematika hukum dagang Indonesia, berdampingan dengan pemain-pemain' lain, seperti bentuk usaha persekutuan, firma, ataupun perusahaan perseorangan.
Seperti kita ketahui bersama, kedua bentuk badan hukum tersebut (PT dan Koperasi) telah diatur keberadaannya dengan undang-undang. Dan memang itu pokok persoalannya. Bahwa mahasiswa-mahasiswa hukum memang lebih terarah untuk hanya sebatas melihat aturan yang ada di dalam undang-undang, ketimbang memahami konsep-konsep yang menjadi pondasi undang-undang itu sendiri. Akibatnya, setiap masalah hukum baru akan coba dipecahkan dengan membuat aturan perundangan baru.

Sementara di sisi lain, masih banyak aturan-aturan perundangan berkaitan dengan hukum dagang, terutama yang bersumber dari BW dan WvK yang masih bisa digali lagi, untuk memperjelas sistematika hukum dagang yang dibangun oleh konsep-konsep hukum.
Sistem Hukum: Sebuah Sistematika
Dalam praktek hukum dagang Indonesia permasalahan ini bukannya tidak penting. Sudah lazim seseorang atau satu pihak yang ingin memulai berkecimpung di dunia usaha menanyakan bentuk usaha seperti apakah yang cocok bagi mereka. Sarjana hukum tentu saja dituntut untuk dapat menjelaskan sistematika hukum dagang Indonesia kepada mereka. Dalam bahasa yang sederhana tentunya. Begitu juga apabila timbul pertanyaan akan keberadaan badan-badan hukum lain yang diakui oleh sistem hukum Indonesia.
Dalam klinik sebuah situs hukum terkemuka (www.hukumonline.com), pernah ditanyakan akan perbedaan perkumpulan dan yayasan. Pihak yang kompeten menjawab pertanyaan tersebut--tanpa mencantumkan sumber--menjawab bahwa perkumpulan, antara lain, bersifat dan bertujuan komersial, serta mementingkan keuntungan (profit oriented). Menurut pemahaman sarjana hukum tersebut, menurut hemat penulis, tidak ada perbedaan antara bentuk persekutuan (maatschap) dari pasal 1618 KUH Perdata dengan bentuk perkumpulan (vereniging) dari pasal 1653 KUH Perdata.
Pertanyaan yang timbul dalam benak penulis ketika membaca jawaban tersebut adalah dari mana pendapat tersebut bersumber. Lebih serius lagi, apakah pendapat bahwa perkumpulan bersifat dan bertujuan komersial, serta mementingkan keuntungan (profit oriented) merupakan pendapat hukum yang diterima di Indonesia? Yang jelas, tak ada ketentuan KUH Perdata yang mencantumkan pendapat tentang perkumpulan (vereniging) tersebut. Juga penulis kira bukan perkumpulan yang diakui sebagai subyek hukum dalam Stb. 1870 No. 64. Masalahnya sekarang, perkumpulan yang dimaksud di sini adalah perkumpulan yang mana? Kalaupun tidak ada beda antara persekutuan (maatschap) dan perkumpulan (vereniging), mengapa si pembuat BW yang diterjemahkan sebagai KUH Perdata tersebut mesti menetapkan dua pokok aturan yang berbeda?  
Kepastian Hukum
Kembali pada pembuka tulisan ini, 10 tahun yang lalu Mochtar Kusumaatmadja dalam makalahnya juga memberikan jalan keluar untuk masalah ketidakpastian di dalam hukum perdagangan di Indonesia.
Pedoman yang dapat digunakan dalam membangun hukum nasional adalah untuk mengusahakan kesatuan apabila mungkin, membolehkan keanekaragaman bila keadaan menghendakinya, tetapi bagaimanapun juga mengutamakan kepastian.

Kunci pokok dari pembaharuan hukum, menurut beliau, adalah menjamin adanya satu kepastian hukum atau tertib hukum. Bagaimana tertib hukum itu dapat terwujud?
Soalnya demi kepastian hukum kesemuanya ini sebaiknya diberi bentuk hukum tertulis atau undang-undang.
Kepastian hukum atau tertib hukum tersebut hanya dapat terwujud apabila ada hukum tertulis atau undang-undang yang mengaturnya. Hanya saja, menurut beliau penyusunan kitab undang-undang hukum perdata dan kitab undang-undang hukum dagang akan memakan waktu yang sangat lama. Untuk itu, ujarnya lebih lanjut, pilihan terbaik adalah dengan penyusunan produk perundangan secara sebagian demi sebagian, menurut urgensi masing-masing.
Penyusunan produk perundangan secara sebagian demi sebagian bukannya tidak mengandung risiko. Pertama, seperti telah disinggung sebelumnya, bahwa bukan tidak mungkin penyusunan secara sebagian demi sebagian tanpa pemahaman sistematik akan melahirkan ketidakjelasan baru. Mengapa? Karena produk perundangan yang satu semestinya berkesinambungan dengan produk perundangan yang lain. Dengan kata lain produk-produk perundangan tersebut ada dalam satu sistem hukum yang sama. Pada penyusunan secara sebagian demi sebagian, bagaimanapun hal tersebut mesti dicermati dengan sungguh-sungguh.
Permasalahan kedua, adanya kecenderungan untuk menyusun produk perundangan secara reaktif, artinya melimpahkan segala permasalahan hukum pada proses pengaturan semata. Seolah-olah suatu masalah hukum sudahlah terpecahkan begitu undang-undang ditetapkan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, mau tak mau peran keilmuan sarjana-sarjana hukum Indonesia mesti dioptimalkan lagi. Yaitu dengan mencermati sekaligus mengkritisi setiap peraturan perundangan yang baru ditetapkan. Sebab, dengan adanya keterkaitan satu produk hukum dengan produk hukum lainnya, bukan tidak mungkin satu undang-undang baru akan menimbulkan suatu masalah hukum baru. Sehingga, adanya pemahaman sistematik, untuk sebuah konstruksi sistem hukum paling abstrak sekalipun, menjadi kebutuhan yang tak bisa ditinggalkan.
Sebagai contoh produk perundangan yang penulis anggap masih kurang didasari oleh proses pemahaman sistematik adalah pengertian yayasan seperti yang  tercantum dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Yayasan tahun 2001. Di dalam pasal tersebut disebutkan bahwa: Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.
Apakah ini juga berarti bahwa di Indonesia ada badan hukum yang tidak terdiri atas kekayaan yang dipisahkan? Bukankah suatu badan hukum adalah juga merupakan subyek hukum mandiri yang dengan sendirinya mengandung pengertian memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan si pendiri? Kalaupun ada, badan hukum yang manakah itu?

Pada tingkat peraturan yang lebih rendah, kerancuan seperti ini terlihat lebih parah lagi. Apabila pembaca mencoba mencari tahu konsep badan hukum yang diterima di daerah, maka pada Pasal 1 ayat(7) Perda Kab. Jayapura No. 3 tahun 2000 barangkali dapat disebutkan sebagai contoh kerancuan yang cukup mencolok. Pengertian badan hukum menurut peraturan daerah tersebut dapat dilihat di dalam teks di bawah ini.
Badan Hukum adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan bentuk apapun, Persekutuan, Perkumpulan, Firma, Kongsi, Koperasi, Yayasan atau Organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap serta bentuk badan usaha lainnya;
Bukankah  isi peraturan ini sendiri sudah merupakan pengingkaran dari prinsip sistem tertutup badan hukum (het gesloten systeem van het rechtspersonenrecht) yang melalui literatur diterima sebagai konsep yang berlaku di Indonesia? Fenomena tersebut menunjukkan seolah-olah tidak ada keseriusan untuk menata hukum perdagangan di Indonesia dengan sistematis. Pengaturan normatif dengan karakter top down' menjadi kata kunci dalam proses pengembangan hukum di Indonesia selama ini. Akibatnya, politik hukum menjadi lebih dominan ketimbang pengembanan hukum. Kepastian hukum pun pada gilirannya tak lebih menjadi kepastian akan hukum kekuasaan.
Pertanyaan selanjutnya adalah: Masih adakah gairah dari sarjana-sarjana hukum di Indonesia sendiri untuk mengoptimalkan fungsi keilmuannya dengan menanggapi kondisi tersebut?
Quo Vadis?
Sampailah kita pada penutup dari tulisan ini, dengan satu pertanyaan mendasar: Ke mana arah pengembangan hukum perdagangan Indonesia? Quo Vadis? Apabila kita konsisten dengan apa yang dilontarkan oleh Mochtar Kusumaatmadja 10 tahun yang lalu, yaitu dengan proses kodifikasi secara sebagian demi sebagian, sepatutnya kita juga mesti mengevaluasi kembali produk perundangan yang telah lahir 10 tahun terakhir ini. Sudahkah ada kesinambungan antara produk-produk hukum yang ada? Sudahkah masalah-masalah hukum yang ditinggalkan oleh produk hukum klasik, dalam hal ini peninggalan pemerintah kolonial Belanda, dapat kita antisipasi?
Undang-undang tentang PT dan undang-undang tentang yayasan telah ditetapkan dalam jangka waktu satu dasawarsa. Sebaliknya, bentuk-bentuk usaha yang diatur di dalam KUH Perdata dan atau di dalam KUHD masih meninggalkan banyak pertanyaan. Undang-Undang Yayasan 2001 sendiri, seperti penulis tuturkan di atas, bukannya tidak membuka satu tanda tanya baru. Belum lagi apabila kita telusuri kembali UU Perkoperasian tahun 1992, penulis yakin masih banyak hal yang masih diperdebatkan lagi. Salah satu contoh adalah tentang jatidiri koperasi sendiri. Benarkah koperasi, seperti dituturkan oleh Abdulkadir Muhammad, adalah varian dari perkumpulan? Lalu di mana bisa kita temukan sumber hukum yang memberi kejelasan akan pengertian perkumpulan itu sendiri? KUH Perdata? Benarkah koperasi pada kenyataannya memang sebuah perkumpulan yang marupakan akumulasi orang dan bukan (semata) akumulasi modal?

KESIMPULAN
Hukum dagang itu sebuah aturan hukum yang mengatur hubungan antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya, khusunya dalam perniagaan/perdagangan. Hukum dagang di indonesia bersumber pada hukum tertulis yang sudah dikodifikasikan dan hukum tertulis yang belum dikodifikasikan. Hukum tertulis yang sudah dikodifikasikan yang berasal dari kuh dagang dan kuh sipil. Sedangkan hukum tertulis yang belum dikodifikasikan yang mengatur tentang persetujuan jual beli, persetujuan sewa menyewa dan persetujuan pinjaman uang.
Pengertian hak atas kekayaan intelektual (haki) atau hak kekayaan intelektual (hki) adalah hak yang berasal dari hasil kegiatan intelektual manusia yang memiliki manfaat ekonomi. Hki dalam dunia internasional dikenal dengan nama intellectual property rights (ipr) yaitu hak yang timbul dari hasil olah pikir yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk kepentingan manusia.
Jenis perusahaan itu ada Perusahaan perseorangan, Koperasi, BUMN, dan BUMS. Serta cara meresmikan perusahaan terbagi atas 3;
1.      Pendaftaran nama badan usaha/perusahaan dalam proses pendirian perusahaan,
2.      Pendaftaran perusahaan sebagai kewajiban yang diatur dalam uu no. 32 tahun 1982 tentang wajib daftar perusahaan (“uu wdp”); atau
3.      Pendaftaran nama perusahaan sebagai merek.

Sumber :
https://www.eduspensa.id/bentuk-bentuk-badan-usaha/
http://www.gurupendidikan.com/hukum-dagang-pengertian-sumber-ruang-lingkup-dan-kedudukan-beserta-contohnya-secara-lengkap/
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol13677/hukum-perdagangan-indonesia-iquo-vadisi
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4e085e4ac5a0f/bagaimana-cara-mendaftarkan-nama-usaha
Http://www.kanal.web.id/2016/10/hak-atas-kekayaan-intelektual.html

Tidak ada komentar: