Senin, 07 Januari 2019


MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
Oleh: Junita Kurniawati
Mahasiswa Prodi Akuntansi, Universitas Gunadarma

1.      PENDAHULUAN
Salah satu tujuan Indonesia merdeka adalah dengan mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Oleh karena itu, pemerintah mempunyai kewajiban dalam menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya secara adil. Caranya yaitu dengan adanya hukum. Melalui hukum, Negara berupaya mengatur hubungan antara orang perorang atau antara orang dengan badan hukum. Hal ini dimaksudkan agar tidak ada penzaliman dari pihak yang lebih kuat kepada pihak yang lemah, sehingga tercipta keadilan dan ketentraman di tengah-tengah masyarakat.
Permasalahan tenaga kerja atau perburuhan merupakan permasalahan yang khas bagi negara berkembang, termasuk Indonesia. Salah satu permasalahan tersebut yaitu pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh perusahaan, sebagaimana yang terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) merupakan suatu hal yang sangat ditakuti oleh karyawan. Hal ini dikarenakan ketidakstabilan perekonomian yang berdampak pada banyak perusahaan yang harus gulung tikar. Namun kebanyakan perusahaan sering mengalami kesulitan dalam melakukan kebijakan PHK. Hal ini disebabkan kebijakan PHK diartikan sebagai kebijakan yang tidak memperhatikan karyawan.
Pada dasarnya kebijakan PHK oleh perusahaan tidak serta merta merupakan kebijakan yang merugikan karyawan. Permasalahan PHK ini sebenarnya dapat dilihat dari 2 konteks yaitu konteks pemahaman yang baik terhadap regulasi dan konteks manajemen modern dalam kebijakan PHK tersebut. Dua hal tersebut diatas sangat penting untuk menghindari perselisihan yang dapat merugikan bagi kedua belah pihak, baik perusahaan maupun pihak pekerja. Berdasarkan hal tersebut, penulis memuat artikel mengenai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) disertai studi kasus yang telah diteliti sebelumnya.

2.      STUDI KASUS
KASUS
KETERANGAN / ALASAN
HASIL KEPUTUSAN
PT Redpath Indonesia, Jakarta
Wilson Epson May (Pekerja) adalah seorang pekerja pada PT Redpath Indonesia (Pengusaha)

Putus hubungan kerja antara Pekerja dengan Pengusaha dan pihak PHI Jayapura memerintahkan pengusaha membayar hak-hak pekerja berupa uang pesangon sebesar 2 kali yaitu uang penghargaan masa kerja dan uang pengganti hak yang jumlahnya Rp.103.120.500. Terhadap putusan tersebut, Pekerja mengajukan kasasi ke MA dan membenarkan putusan PHI Jayapura dengan alasan efisiensi guna penyelamatan perusahaan.
PT Newmont Nusa Tenggara
Pemutusan Hubungan Kerja dengan alasan efisiensi tanpa tutupnya perusahaan
-       Penyelesaian perselisihan dilakukan melalui mekanisme diluar dan melalui Pengadilan Hubungan Industrial. Penyelesaian melalui Pengadilan dilakukan setelah penyelesaian diluar Pengadilan khususnya mediasi atau konsiliasi yang tidak berhasil.
-       Pemberian uang pesangon PHK akibat efisiensi perusahaan yaitu sebesar 2 kali ketentuan, uang penghargaan masa kerja sebesar 1 kali, dan uang penggantian hak. Para pekerja yang di PHK telah mendapatkan sesuai dengan ketentuan yang ada pada Undang-Undang.
Yayasan Kesatuan Pendidikan Islam (YKPI) Al-Ittihad
Alasannya, PHK yang dilakukan oleh YKPI Al-Ittihad terhadap Faizah Fahmi
Selesai ditingkat mediasi ketigadi Dinas Tenaga Kerja Kota Pekanbaru dan Ia berhak atas 2 kali uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak lainnya.
CV Nova Furniture Karanganyar
CV. Nova Furniture Karanganyar melakukan PHK terhadap 2 orang pekerjanya karena Setiawan dan Wiyono ditahan oleh pihak yang berwajib selama 3 bulan penjara karena tertangkap tangan telah melakukan perjudian diluar lingkungan perusahaan.
Prosedur pelaksanaan PHK terhadap Wiyono selesai pada perundingan Bipartit, namun tidak bagi Setiawan. Maka berlanjut pada mediasi dan penyelesaian perselisihan hubungan industrial selesai melalui jalur mediasi pada Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Karanganyar
PT Para Sawita
Perusahaan sebagai pemohon kasasi dahulu tergugat melawan 4 buruh pada perusahaan tersebut yaitu Armadi, Rajab Harahab, Rahmad Triono, dan Hefzi Arfan sebagai termohon kasasi dahulu penggugat dikarenakan adanya penunggakan pembayaran upah buruh selama berbulan-bulan. Namun, ternyata terjadi akibat pengunduran diri yang dilakukan keempat orang tersebut.
Dasar hukum yang sesuai untuk memutus perkara ini ialah Pasal 169 ayat (1) huruf c dimana buruh dapat mengajukan permohonan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) apabila pengusaha tidak membayar upah selama tiga bulan berturut-turut atau lebih.
CV Purnama Tirtatex
Sering terjadi pernikahan antar sesama pekerja yang mengharuskan salah satunya mengundurkan diri dan sebagian dikarenakan pekerja telah mencapai Masa Purna Karya (Pensiun)
PHK telah sesuai dengan hokum dan memiliki dasar yang kuat dan berjalan dengan cukup baik walau masih ada sedikit hambatan namun dapat diselesaikan sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku.
PT Tricon Bangun Sarana
Tidak terpenuhinya hak-hak pekerja dikarenakan oleh PT. Tricon Bangun Sarana tetap pada keputusannya yaitu tidak bersedia membayar hak-hak pekerja. Disisi lain, tidak adanya serikat pekerja didalam PT. Tricon Bangun Sarana yang melakukan pengawasan dan membantu upaya-upaya yang dilakukan oleh para pekerja terhadap keputusan PHK tersebut. menyebabkan upaya yang dilakukan pekerja menjadi sia-sia. Tingkat pendidikan yang rendah rata-rata pekerja di PT Tricon Bangun Sarana juga menjadi faktor penghambat dari upaya pemenuhan hak-hak pekerja yang di PHK.
Proses pelaksanaan PHK pada PT. Tricon Bangun Sarana belum sesuai dengan undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dan upaya-upaya yang dilakukan oleh pekerja / buruh di PT. Tricon Bangun Sarana terhadap PHK belum dapat dikatakan sebagai upaya maksimal, hanya sebatas tindakan-tindakan seperti mengajukan musyawarah.

3.      PEMBAHASAN
Hubungan kerja merupakan suatu hubungan hukum yang dilakukan oleh minimal dua subjek hukum yaitu pengusaha dan pekerja / buruh mengenai suatu pekerjaan. Dalam Pasal 161 menyebutkan bahwa dalam hal pekerja / buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat melakukan PHK, setelah kepada pekerja / buruh yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut. Dimana surat peringatan masing-masing berlaku untuk paling lama 6 bulan, kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Menurut UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang dimaksud dengan pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja / buruh dan pengusaha. Berdasarkan ketentuan UU Ketengakerjaan tersebut, maka dapat dipahami bahwa PHK merupakan opsi terakhir dalam penyelamatan sebuah perusahaan.
Pemutusan hubungan kerja lebih sering terjadi perselisihan, keadaan ini akan membawa dampak terhadap kedua belah pihak, terlebih bagi pekerja yang dipandang dari sudut ekonomis mempunyai kedudukan yang lemah jika dibandingkan dengan pihak pengusaha. Karena pemutusan hubungan kerja bagi pihak buruh akan berdampak pada psikologis, ekonomis, maupun finansial.

4.      KESIMPULAN
Pelaksanaan pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh perusahaan harus sesuai dengan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang mennyatakan bahwa pemutusan hubungan kerja dilakukan dalam beberapa proses yaitu mengadakan musyawarah antara karyawan dengan perusahaan, bila menemui jalan buntu maka jalan terakhir adalah melalui pengadilan untuk memutuskan perkara. Bagi karyawan yang bermasalah melakukan pelanggaran berat, langsung diserahkan kepada pihak kepolisian tanpa meminta ijin kepada pihak yang berwenang. Dan untuk karyawan yang akan pensiun dapat diajukan sesuai dengan peraturan. Demikian pula karyawan yang mengundurkan diri diatur sesuai dengan peraturan perusahaan dan perundang-undangan.
Sebagai tanggung jawab perusahaan terhadap tenaga kerja yang telah di PHK dimana dalam undang-undang mengharuskan atau mewajibkan perusahaan untuk memberikan uang pesangon,uang penghargaan, dan uang penggantian hak. Dan Peraturan mengenai uang pesangon, uang penghargaan dan uang penggantian hak diatur dalam pasal 156, pasal 160 sampai pasal 169 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
REFERENSI
Budi Santoso. 2013. “Justifikasi Efesiensi Sebagai Alasan Pemutusan Hubungan Kerja”. Mimbar Hukum. Vol. 25, No. 3.
Deasya Aprilia Wikita. 2016. “Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Akibat Pengunduran Diri Yang Dilakukan Buruh Karena Penunggakan Pembayaran Upah Oleh PT. Para Sawita (Kajian Yuridis Putusan Mahkamah Agung Nomor 170K/PDT.SUS/PHI/2014)”. Skripsi. Fakultas Hukum. Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi: Universitas Jember.
Fini Andriani. 2010. “Tinjauan Proses Pemutusan Hubungan Kerja Pada CV. Purnama Tirtatex”. Laporan Tugas Akhir. Fakultas Bisnis dan Manajemen. Universitas Widyatama.
Michael Johan Mowoka, I Made Udiana, dan I Nyoman Mudana. 2015. “Pemutusan Hubungan Kerja (Phk) Pada Pt. Tricon Bangun Sarana Di Jakarta Utara”. Artikel. Fakultas Hukum. Vol. 03, No. 03.
Pamela Pritasari. 2014. “Pelaksanaan Penyelesaian Hukum Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Karena Alasan Efisiensi Perusahaan. Fakultas Hukum. Universitas Mataram.
Shindy Efisa. 2017. “Pelaksanaan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada Yayasan Kesatuan Pendidikan Islam (YKPI) Al-Ittihad Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan”. Jurnal Online Mahasiswa. Fakultas Hukum. Vol. 4, No. 1.
Yekti Zadya Neri. 2011. “Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Dalam Pemutusan Hubungan Kerja Oleh CV. Nova Furniture Karanganyar”. Skripsi. Fakultas Hukum. Universitas Sebelas Maret Surakarta.