MANAJEMEN
SUMBER DAYA MANUSIA
Oleh: Junita Kurniawati
Mahasiswa Prodi Akuntansi,
Universitas Gunadarma
Email: junikurnia17@gmail.com
1.
PENDAHULUAN
Salah satu tujuan Indonesia merdeka
adalah dengan mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Oleh karena itu,
pemerintah mempunyai kewajiban dalam menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya
secara adil. Caranya yaitu dengan adanya hukum. Melalui hukum, Negara berupaya
mengatur hubungan antara orang perorang atau antara orang dengan badan hukum. Hal
ini dimaksudkan agar tidak ada penzaliman dari pihak yang lebih kuat kepada
pihak yang lemah, sehingga tercipta keadilan dan ketentraman di tengah-tengah
masyarakat.
Permasalahan
tenaga kerja atau perburuhan merupakan permasalahan yang khas bagi negara
berkembang, termasuk Indonesia. Salah satu permasalahan tersebut yaitu
pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh perusahaan, sebagaimana yang terjadi
pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
merupakan suatu hal yang sangat ditakuti oleh karyawan. Hal ini dikarenakan ketidakstabilan
perekonomian yang berdampak pada banyak perusahaan yang harus gulung tikar. Namun
kebanyakan perusahaan sering mengalami kesulitan dalam melakukan kebijakan PHK.
Hal ini disebabkan kebijakan PHK diartikan sebagai kebijakan yang tidak
memperhatikan karyawan.
Pada dasarnya kebijakan PHK oleh
perusahaan tidak serta merta merupakan kebijakan yang merugikan karyawan.
Permasalahan PHK ini sebenarnya dapat dilihat dari 2 konteks yaitu konteks
pemahaman yang baik terhadap regulasi dan konteks manajemen modern dalam
kebijakan PHK tersebut. Dua hal tersebut diatas sangat penting untuk
menghindari perselisihan yang dapat merugikan bagi kedua belah pihak, baik
perusahaan maupun pihak pekerja. Berdasarkan hal tersebut, penulis memuat
artikel mengenai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) disertai studi kasus yang telah
diteliti sebelumnya.
2.
STUDI
KASUS
KASUS
|
KETERANGAN
/ ALASAN
|
HASIL
KEPUTUSAN
|
PT Redpath Indonesia, Jakarta
|
Wilson Epson May (Pekerja) adalah
seorang pekerja pada PT Redpath Indonesia (Pengusaha)
|
Putus hubungan kerja
antara Pekerja dengan Pengusaha dan pihak PHI Jayapura memerintahkan pengusaha
membayar hak-hak pekerja berupa uang pesangon sebesar 2 kali yaitu uang
penghargaan masa kerja dan uang pengganti hak yang jumlahnya Rp.103.120.500. Terhadap
putusan tersebut, Pekerja mengajukan kasasi ke MA dan membenarkan putusan PHI
Jayapura dengan alasan efisiensi guna penyelamatan perusahaan.
|
PT Newmont
Nusa Tenggara
|
Pemutusan
Hubungan Kerja dengan alasan efisiensi tanpa tutupnya perusahaan
|
- Penyelesaian
perselisihan dilakukan melalui mekanisme diluar dan melalui Pengadilan
Hubungan Industrial. Penyelesaian melalui Pengadilan dilakukan setelah
penyelesaian diluar Pengadilan khususnya mediasi atau konsiliasi yang tidak berhasil.
- Pemberian
uang pesangon PHK akibat efisiensi perusahaan yaitu sebesar 2 kali ketentuan,
uang penghargaan masa kerja sebesar 1 kali, dan uang penggantian hak. Para pekerja
yang di PHK telah mendapatkan sesuai dengan ketentuan yang ada pada
Undang-Undang.
|
Yayasan
Kesatuan Pendidikan Islam (YKPI) Al-Ittihad
|
Alasannya, PHK yang dilakukan oleh YKPI
Al-Ittihad terhadap Faizah Fahmi
|
Selesai ditingkat mediasi ketigadi Dinas
Tenaga Kerja Kota Pekanbaru dan Ia berhak atas 2 kali uang pesangon, uang
penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak lainnya.
|
CV Nova Furniture Karanganyar
|
CV. Nova Furniture Karanganyar melakukan
PHK terhadap 2 orang pekerjanya karena Setiawan dan Wiyono ditahan oleh pihak
yang berwajib selama 3 bulan penjara karena tertangkap tangan telah melakukan
perjudian diluar lingkungan perusahaan.
|
Prosedur pelaksanaan PHK terhadap Wiyono
selesai pada perundingan Bipartit, namun tidak bagi Setiawan. Maka berlanjut
pada mediasi dan penyelesaian perselisihan hubungan industrial selesai
melalui jalur mediasi pada Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Kabupaten Karanganyar
|
PT Para Sawita
|
Perusahaan sebagai pemohon kasasi dahulu
tergugat melawan 4 buruh pada perusahaan tersebut yaitu Armadi, Rajab Harahab,
Rahmad Triono, dan Hefzi Arfan sebagai termohon kasasi dahulu penggugat dikarenakan
adanya penunggakan pembayaran upah buruh selama berbulan-bulan. Namun,
ternyata terjadi akibat pengunduran diri yang dilakukan keempat orang tersebut.
|
Dasar hukum yang sesuai untuk memutus
perkara ini ialah Pasal 169 ayat (1) huruf c dimana buruh dapat mengajukan
permohonan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) apabila pengusaha tidak membayar
upah selama tiga bulan berturut-turut atau lebih.
|
CV Purnama Tirtatex
|
Sering terjadi pernikahan antar sesama pekerja
yang mengharuskan salah satunya mengundurkan diri dan sebagian dikarenakan pekerja
telah mencapai Masa Purna Karya (Pensiun)
|
PHK telah sesuai dengan hokum dan
memiliki dasar yang kuat dan berjalan dengan cukup baik walau masih ada
sedikit hambatan namun dapat diselesaikan sesuai dengan ketentuan dan
peraturan yang berlaku.
|
PT Tricon Bangun Sarana
|
Tidak terpenuhinya hak-hak pekerja
dikarenakan oleh PT. Tricon Bangun Sarana tetap pada keputusannya yaitu tidak
bersedia membayar hak-hak pekerja. Disisi lain, tidak adanya serikat pekerja
didalam PT. Tricon Bangun Sarana yang melakukan pengawasan dan membantu
upaya-upaya yang dilakukan oleh para pekerja terhadap keputusan PHK tersebut.
menyebabkan upaya yang dilakukan pekerja menjadi sia-sia. Tingkat pendidikan
yang rendah rata-rata pekerja di PT Tricon Bangun Sarana juga menjadi faktor
penghambat dari upaya pemenuhan hak-hak pekerja yang di PHK.
|
Proses pelaksanaan PHK pada PT. Tricon
Bangun Sarana belum sesuai dengan undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan dan upaya-upaya yang dilakukan oleh pekerja / buruh di PT.
Tricon Bangun Sarana terhadap PHK belum dapat dikatakan sebagai upaya
maksimal, hanya sebatas tindakan-tindakan seperti mengajukan musyawarah.
|
3.
PEMBAHASAN
Hubungan kerja merupakan suatu
hubungan hukum yang dilakukan oleh minimal dua subjek hukum yaitu pengusaha dan
pekerja / buruh mengenai suatu pekerjaan. Dalam Pasal 161 menyebutkan bahwa
dalam hal pekerja / buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha
dapat melakukan PHK, setelah kepada pekerja / buruh yang bersangkutan diberikan
surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut. Dimana surat
peringatan masing-masing berlaku untuk paling lama 6 bulan, kecuali ditetapkan
lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja
bersama.
Menurut UU No. 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang dimaksud dengan pemutusan hubungan
kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang
mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja / buruh dan
pengusaha. Berdasarkan ketentuan UU Ketengakerjaan tersebut, maka dapat
dipahami bahwa PHK merupakan opsi terakhir dalam penyelamatan sebuah
perusahaan.
Pemutusan hubungan
kerja lebih sering terjadi perselisihan, keadaan ini akan membawa dampak
terhadap kedua belah pihak, terlebih bagi pekerja yang dipandang dari sudut
ekonomis mempunyai kedudukan yang lemah jika dibandingkan dengan pihak pengusaha.
Karena pemutusan hubungan kerja bagi pihak buruh akan berdampak pada
psikologis, ekonomis, maupun finansial.
4.
KESIMPULAN
Pelaksanaan pemutusan hubungan kerja yang dilakukan
oleh perusahaan harus sesuai dengan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan yang mennyatakan bahwa pemutusan hubungan kerja dilakukan dalam
beberapa proses yaitu mengadakan musyawarah antara karyawan dengan perusahaan,
bila menemui jalan buntu maka jalan terakhir adalah melalui pengadilan untuk
memutuskan perkara. Bagi karyawan yang bermasalah melakukan pelanggaran berat,
langsung diserahkan kepada pihak kepolisian tanpa meminta ijin kepada pihak yang
berwenang. Dan untuk karyawan yang akan pensiun dapat diajukan sesuai dengan
peraturan. Demikian pula karyawan yang mengundurkan diri diatur sesuai dengan
peraturan perusahaan dan perundang-undangan.
Sebagai tanggung jawab perusahaan terhadap tenaga
kerja yang telah di PHK dimana dalam undang-undang mengharuskan atau mewajibkan
perusahaan untuk memberikan uang pesangon,uang penghargaan, dan uang
penggantian hak. Dan Peraturan mengenai uang pesangon, uang penghargaan dan
uang penggantian hak diatur dalam pasal 156, pasal 160 sampai pasal 169 UU No.
13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
REFERENSI
Budi Santoso. 2013. “Justifikasi Efesiensi
Sebagai Alasan Pemutusan Hubungan Kerja”. Mimbar
Hukum. Vol. 25, No. 3.
Deasya Aprilia Wikita. 2016. “Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) Akibat Pengunduran Diri Yang Dilakukan Buruh Karena
Penunggakan Pembayaran Upah Oleh PT. Para Sawita (Kajian Yuridis Putusan
Mahkamah Agung Nomor 170K/PDT.SUS/PHI/2014)”. Skripsi. Fakultas Hukum. Kementrian Riset, Teknologi, dan
Pendidikan Tinggi: Universitas Jember.
Fini Andriani. 2010. “Tinjauan Proses
Pemutusan Hubungan Kerja Pada CV. Purnama Tirtatex”. Laporan Tugas Akhir. Fakultas Bisnis dan Manajemen. Universitas
Widyatama.
Michael Johan Mowoka, I Made Udiana, dan I Nyoman Mudana. 2015. “Pemutusan
Hubungan Kerja (Phk) Pada Pt. Tricon Bangun Sarana Di Jakarta Utara”. Artikel. Fakultas Hukum. Vol. 03, No. 03.
Pamela Pritasari.
2014. “Pelaksanaan Penyelesaian Hukum
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Karena Alasan Efisiensi Perusahaan. Fakultas
Hukum. Universitas Mataram.
Shindy Efisa. 2017. “Pelaksanaan Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) pada Yayasan Kesatuan Pendidikan Islam (YKPI) Al-Ittihad Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan”. Jurnal Online Mahasiswa. Fakultas Hukum.
Vol. 4, No. 1.
Yekti Zadya Neri.
2011. “Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Dalam Pemutusan Hubungan Kerja Oleh CV. Nova
Furniture Karanganyar”. Skripsi. Fakultas
Hukum. Universitas Sebelas Maret Surakarta.